Indonesia Tegaskan Komitmen Ketahanan PLTN terhadap Perubahan Iklim di Forum IAEA Wina
Kembali 30 Oktober 2025 | Berita BAPETEN | 44 lihatWina, Austria Cuaca ekstrem dan perubahan iklim kini menjadi tantangan nyata bagi ketahanan dan keselamatan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di seluruh dunia. Dalam dua dekade terakhir, sejumlah PLTN di Eropa dan Amerika terpaksa menghentikan operasi sementara akibat gelombang panas, banjir, atau fenomena biologis seperti ledakan populasi ubur-ubur yang menyumbat sistem pendingin.
Menyadari hal ini, Badan Tenaga Atom Internasional International Atomic Energy Agency (IAEA) menggelar Konferensi Internasional tentang Ketahanan Instalasi Nuklir terhadap Kejadian Eksternal dari Perspektif Keselamatan Fokus pada Perubahan Iklim (NIRC-2025), pada 20–24 Oktober 2025, di Kantor Pusat IAEA, Wina, Austria. Konferensi ini diikuti oleh 270 peserta dari 47 negara, dengan lebih dari 100 peserta bergabung secara daring. Presiden konferensi adalah Mr. Petteri Tiippana, Kepala Badan Regulasi Nuklir Finlandia (STUK).
Kontribusi Indonesia di Forum Global tersebut, Indonesia hadir secara aktif dalam forum bergengsi tersebut, Pengawas Radiasi Utama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Reno Alamsyah, menjadi anggota Komite Ilmiah Konferensi, sekaligus pembicara undangan dan moderator pada salah satu sesi utama.
Dalam paparannya berjudul “Addressing the Resilience Issues of NPP to Climate Change Through the CNS and VDNS: The Perspective of Indonesia as an Embarking Country”, Reno Alamsyah menegaskan bahwa perubahan iklim menimbulkan tantangan baru terhadap keselamatan PLTN mulai dari gelombang panas, kekeringan, kenaikan muka laut, hingga risiko kebakaran hutan dan perubahan ekosistem laut yang dapat mempengaruhi sistem pendingin reaktor.
Menurutnya, dua instrumen internasional penting yaitu Convention on Nuclear Safety (CNS) dan Vienna Declaration on Nuclear Safety (VDNS) memberikan kerangka kerja yang relevan untuk memperkuat ketahanan PLTN terhadap ancaman iklim.
“Perubahan iklim bukan lagi isu lingkungan semata, tetapi sudah menjadi faktor keselamatan. Karena itu, setiap negara, termasuk Indonesia, harus memastikan bahwa rancangan dan pengawasan PLTN mempertimbangkan dampak iklim ekstrem sejak tahap perencanaan.”
“CNS dan VDNS memberi landasan kuat untuk membangun ketahanan PLTN yang adaptif. Bagi Indonesia sebagai negara yang sedang mempersiapkan PLTN pertama, keterlibatan aktif dalam forum internasional seperti NIRC-2025 sangat penting agar sistem regulasi kita selaras dengan praktik terbaik dunia.”
“Ketahanan PLTN terhadap perubahan iklim bukan pilihan, tetapi keharusan bagi masa depan energi nuklir yang aman dan berkelanjutan,” tegas Reno Alamsyah menutup presentasinya.
Dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hadir pula para Peneliti Muda Titik Sundari, Khusnul Khotimah, dan Putra Oktavianto, yang mempresentasikan hasil penelitian mereka secara oral. Partisipasi aktif para delegasi Indonesia ini menjadi bentuk nyata komitmen Indonesia dalam memperkuat ketahanan instalasi nuklir terhadap dampak perubahan iklim.
Langkah untuk Negara Embarking seperti Indonesia, sebagai negara yang tengah menyiapkan pembangunan PLTN pertamanya, Indonesia diharapkan mengintegrasikan risiko iklim ke dalam dokumen analisis keselamatan dan AMDAL, serta memanfaatkan mekanisme tinjauan CNS dan VDNS untuk memperkuat sistem regulasi nasional.
Pendekatan yang transparan dan berbasis sains dalam membangun ketahanan PLTN terhadap perubahan iklim diyakini akan meningkatkan kepercayaan publik dan investor terhadap program nuklir nasional. Selain itu, kerja sama internasional, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan pemanfaatan data iklim dari BMKG menjadi elemen penting untuk mendukung ketahanan PLTN yang berkelanjutan.
Dalam penutupan konferensi, Presiden NIRC-2025, Mr. Petteri Tiippana, menyampaikan rencana aksi global untuk memperkuat ketahanan iklim instalasi nuklir. Indonesia menyambut baik langkah ini dan berkomitmen untuk terus berpartisipasi aktif dalam forum internasional yang bertujuan memastikan keselamatan dan keberlanjutan energi nuklir. [BHKK/SP]










Komentar (0)