(Jakarta,BAPETEN)
Rapat dengar pendapat antara Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) di lingkungan Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) dengan Komisi VII DPR RI yang dilaksanakan di Ruang Rapat Komisi VII, Senin (16/7) pagi, membahas tentang APBN-P 2007 dan RKAKL 2008 Kementerian Ristek. Rapat ini sendiri dipimpin langsung oleh Ketua Komisi VII, Agusman Effendi dan dihadiri Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman, beserta segenap Kepala LPND, termasuk Kepala BAPETEN Sukarman
Aminjoyo, didampingi Deputi Pengkajian Keselamatan Nuklir AsNatio Lasman.
Sebagai salah satu LPND
yang berada dibawah koordinasi KNRT, BAPETEN pada tahun 2008 telah
menetapkan kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas, antara lain,
Pengembangan Regulasi Pemanfaatan Nuklir, Penelitian dan Pengkajian
Kebijakan Pengawasan Tenaga Nuklir, Pengembangan Sistem Informasi
Database dan Sosialisasi Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Penguatan
Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif, Pengawasan Instalasi
Nuklir dan Bahan Nuklir serta Peningkatan Kelembagaan Iptek Nuklir
dalam rangka persiapan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN).
Kegiatan prioritas tersebut merupakan penjabaran dari tiga tantangan utama yang dihadapi BAPETEN dalam kurun waktu 2005-2009 sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) BAPETEN, yaitu introduksi PLTN, keselamatan radiologik dan keamanan sumber radioaktif serta keselamatan dan keamanan nuklir.
Selain mengulas APBN-P 2007 dan RKAKL 2008 Kementerian Ristek, rapat ini pun banyak diwarnai pertanyaan seputar sosialisasi pembangunan PLTN yang dianggap oleh sejumlah anggota dewan perlu ditingkatkan. Anggota Komisi VII DPR Alvin Lie, mengatakan, pada dasarnya dirinya mendukung segala bentuk teknologi nuklir termasuk PLTN, namun pemilihan tempat Semenanjung Muria, Jawa Tengah untuk dijadikan lahan PLTN rasanya masih kurang tepat. Kenapa tidak dibangun di daerah Kalimantan yang kondisi tanahnya relatif stabil.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi VII yang lain, Ali Mubarak. Menurutnya, lokasi pembangunan PLTN hendaknya di daerah yang masih sedikit penduduknya seperti di Kalimantan. Sehingga nantinya, tambah Ali, ada pengembangan industri dan pengalihan teknologi yang menyeluruh di daerah tersebut. Disamping itu, lanjutnya, sosialisasi harus tetap gencar dilakukan, karena ini sangat penting untuk menumbuhkembangkan pemahaman dan keyakinan masyarakat akan PLTN.
Mengenai pembangunan atau pemilihan lokasi PLTN, Menristek menjelaskan, pengambilan keputusan terbesar diantaranya tidak terlepas dari sisi politik, ekonomi dan sosial. Apabila indikator tersebut tidak bersinergi, maka pembangunan PLTN di Indonesia tidak dapat terealisasi dengan baik. Dan pemerintah sebenarnya telah mempertimbangkan aspek-aspek itu dengan matang.
Menanggapi pertanyaan yang dilontarkan sejumlah anggota dewan terkait sosialisasi PLTN, Menristek menegaskan, pemerintah telah banyak melakukan berbagai sosialisasi dengan mengundang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan akademisi, tokoh masyarakat dan agama maupun pihak-pihak yang kontra dengan PLTN untuk duduk bersama mencari solusinya. Pemerintah akan terus menggalakkan sosialisasi sampai pemahaman masyarakat mengenai teknologi nuklir meningkat dan dapat menerima keberadaan PLTN di Indonesia.
Kegiatan prioritas tersebut merupakan penjabaran dari tiga tantangan utama yang dihadapi BAPETEN dalam kurun waktu 2005-2009 sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) BAPETEN, yaitu introduksi PLTN, keselamatan radiologik dan keamanan sumber radioaktif serta keselamatan dan keamanan nuklir.
Selain mengulas APBN-P 2007 dan RKAKL 2008 Kementerian Ristek, rapat ini pun banyak diwarnai pertanyaan seputar sosialisasi pembangunan PLTN yang dianggap oleh sejumlah anggota dewan perlu ditingkatkan. Anggota Komisi VII DPR Alvin Lie, mengatakan, pada dasarnya dirinya mendukung segala bentuk teknologi nuklir termasuk PLTN, namun pemilihan tempat Semenanjung Muria, Jawa Tengah untuk dijadikan lahan PLTN rasanya masih kurang tepat. Kenapa tidak dibangun di daerah Kalimantan yang kondisi tanahnya relatif stabil.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi VII yang lain, Ali Mubarak. Menurutnya, lokasi pembangunan PLTN hendaknya di daerah yang masih sedikit penduduknya seperti di Kalimantan. Sehingga nantinya, tambah Ali, ada pengembangan industri dan pengalihan teknologi yang menyeluruh di daerah tersebut. Disamping itu, lanjutnya, sosialisasi harus tetap gencar dilakukan, karena ini sangat penting untuk menumbuhkembangkan pemahaman dan keyakinan masyarakat akan PLTN.
Mengenai pembangunan atau pemilihan lokasi PLTN, Menristek menjelaskan, pengambilan keputusan terbesar diantaranya tidak terlepas dari sisi politik, ekonomi dan sosial. Apabila indikator tersebut tidak bersinergi, maka pembangunan PLTN di Indonesia tidak dapat terealisasi dengan baik. Dan pemerintah sebenarnya telah mempertimbangkan aspek-aspek itu dengan matang.
Menanggapi pertanyaan yang dilontarkan sejumlah anggota dewan terkait sosialisasi PLTN, Menristek menegaskan, pemerintah telah banyak melakukan berbagai sosialisasi dengan mengundang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan akademisi, tokoh masyarakat dan agama maupun pihak-pihak yang kontra dengan PLTN untuk duduk bersama mencari solusinya. Pemerintah akan terus menggalakkan sosialisasi sampai pemahaman masyarakat mengenai teknologi nuklir meningkat dan dapat menerima keberadaan PLTN di Indonesia.
Sumber : Humas-BAPETEN