Pembinaan Peraturan BAPETEN no 6 Tahun 2023 tentang Sistem Manajemen Fasilitas dan Kegiatan Pemanfaatan Tenaga Nuklir
Kembali 13 September 2024 | Berita BAPETENBAPETEN melalui Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir (DP2IBN) melaksanakan kegiatan Pembinaan Peraturan BAPETEN (Perba) no 6 Tahun 2023 tentang Sistem Manajemen (SM) Fasilitas dan Kegiatan Pemanfaatan Tenaga Nuklir pada 13 September 2024 di kantor BAPETEN, Jakarta. Pembinaan kali ini dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD)secara hybrid yang ditujukan kepada pemegang izin, Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK) BRIN, yang merupakan pelaku pemanfaatan nuklir dari sektor pemerintah.
Plt. Direktur DP2IBN, Nur Syamsi Syam, dalam pembukaannya menyampaikan “Kegiatan ini merupakan rangkaian dari pembinaan Perba 6/2023. Pembinaan sebelumnya telah berlangsung sebanyak 2 kali untuk internal BAPETEN pada tanggal 7 dan 18 Juli 2024. Pembinaan kali ini kami tujukan bagi pihak eksternal dalam hal ini BRIN sebagai salah satu pemegang izin”. Ditegaskan, BRIN akan mendapatkan gambaran jelas tentang persyaratan dan ketentuan SM yang baru, serta menyesuaikan implementasinya dengan pengaturan yang telah berlaku.
Saat ini, BRIN menguasai fasilitas riset di beberapa Kawasan Nuklir, baik reaktor, instalasi non reaktor, iradiator, dan memanfaatkan bahan nuklir serta zat radioaktif. BRIN juga memiliki fasilitas limbah radioaktif serta pioneer beberapa kegiatan penelitian dan pengembangan riset teknologi nuklir. Sebagai non pelaku usaha, syarat SM baginya diterapkan serupa dengan pelaku usaha.
Kemudian, Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir (PKN) Haendra Subekti dalam arahannya menyatakan “Perba SM secara generik ini ada di PP 54/2012, No 45/2023, dan PP 52/2022 yang kemudian detailnya secara mendalam ada di Perba SM ini. Perba ini bersifat operasional dan implementatif, dan akan berlaku di 3 sub kegiatan yang masuk dalam KBLI. SM masuk juga dalam persyaratan izin yang masuk KBLI untuk pelaku usaha”. Haendra berharap peserta aktif agar acara berjalan lancar dan menghasilkan poin penting untuk diterapkan bersama terkait peraturan ini.
Selanjutnya, Dewi Prima Meilasari, selaku penyusun Perba memaparkan bahwa Perba baru ini memiliki lingkup yang lebih luas. Dewi mengimplementasikan point penting dalam sistem manajemen yang khas di bidang ketenaganukliran, yaitu kepemimpinan (leadership for safety) dan penerapan prinsip budaya keamanan (nuclear security culture) dan budaya keselamatan nuklir (nuclear safety culture). Leadership for safety dari setiap personil pengelola fasilitas di setiap jenjangnya termasuk pelaksana lapangan, tidak hanya pada personil di top level maupun struktur manajerial. Selain itu, ia juga menjelaskan kaitan antara SM dengan ISO 9001. Dewi memaparkan substansi pengaturan perba ini secara rinci.
Perba no. 6 Tahun 2023 yang menggantikan Perba no.4 Tahun 2010 kini melingkupi kelas fasilitas dan kegiatan yang lebih besar dibanding sebelumnya, dengan tiga kegiatan pemanfaatan nuklir kini diatur menjadi satu (pertambangan bahan galian nuklir, instalasi nuklir dan penggunaan bahan nuklir, dan pemanfaatan sumber radiasi pengion).
Bagi pelaku usaha dan BRIN, jika telah menerapkan ISO maka tidak perlu membuat sistem manajemen yang baru namun perlu membuat dokumen acu silang antara ISO dengan SM dalam perba ini. Mengacu ke IAEA GSR Part-2, ketentuan sistem manajemen di bidang ketenaganukliran memiliki beberapa hal yang baru dan lebih ketat dalam penerapan sistem manajemen yang umum berada dalam ISO/sistem manajemen kegiatan lainnya, mengingat tuntutan tingkat keselamatan yang sangat tinggi karena potensi risiko dan bahaya radiasinya yang bersifat extraordinary.
Acara selanjutnya yaitu sesi diskusi yang berlangsung dengan sangat interaktif. Perwakilan DPFK-BRIN, M. Subekti, menyampaikan kesulitan pengimplementasian sistem manajemen ini yang ditengarai bukan karena hal teknis, namun lebih dikarenakan struktur organisasi BRIN. Dengan dileburnya 4 lembaga riset menjadi 1 ke BRIN, salah satunya BATAN, maka terdapat jarak yang cukup jauh antara pengelola fasilitas yang dulunya Deputi dan Kepala Pusat, kemudian menjadi Kepala BRIN. Karena isu struktur kelembagaan ini, maka dalam poin-poin pendanaan, manajemen sumberdaya, asesmen pegawai, pengelolaan manajerial, penilaian sistem manajemen fasilitas, dan maintenance SM ini sulit sekali dibayangkan penerapannya. Kemudian sebagai pelengkap, BRIN juga menanyakan cara mendapatkan kejelasan dan keadilan dari penerapan sistem manajemen sesuai GSR part-2 terkait dengan struktur ideal yang telah dijelaskan pada sesi FGD. (DP2IBN/Manda/Asytasia/BHKK/Ra)
Komentar (0)