Konsultasi Publik Penyusunan Naskah Urgensi Rancangan Peraturan BAPETEN tentang Dekomisioning Fasilitas Radiasi
Kembali 31 Juli 2024 | Berita BAPETENBAPETEN melalui Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif (DP2FRZR) menyelenggarakan kegiatan menyelenggarakan kegiatan konsultasi publik dalam rangka penyusunan naskah urgensi Rancangan Peraturan BAPETEN pengganti Keputusan Kepala BAPETEN No. 07-P/Ka-Bapeten/I-02 tentang Pedoman Dekomisioning Fasilitas Medis, Industri dan Penelitian serta Instalasi Nuklir Non-Reaktor pada Rabu, 31 Juli 2024. Kegiatan ini diselenggarakan untuk mendapatkan masukan awal dari pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya terhadap penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan.
Kegiatan ini dihadiri oleh 24 instansi yang diundang untuk hadir secara luring dan sebanyak 34 instansi diundang untuk hadir secara daring. Undangan dikirimkan kepada pelaku usaha di rumah sakit, beberapa asosiasi profesi meliputi Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PDSRI), Perhimpunan Radiografer Indonesia (PARI), Aliansi Fisikawan Medik Indonesia (AFISMI), serta akademisi, diantaranya Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang, Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia.
Direktur P2FRZR BAPETEN, Mukhlisin, dalam pembukaannya menyampaikan bahwa saat ini BAPETEN akan menyusun peraturan revisi untuk dekomisioning fasilitas medis, penelitian, industri dan instalasi nuklir nonreaktor. Untuk itu tim penyusunan rancangan peraturan melakukan konsultasi publik yang bertujuan untuk mendengarkan pendapat, masukan dan berdiskusi langsung dengan stakeholder.
Perlu untuk diketahui, dekomisioning ini adalah proses dimana fasilitas sumber radiasi pengion akan menghentikan kegiatan. Dekomisioning ini merupakan tahapan akhir untuk memastikan fasilitas radiasi yang akan ditutup atau dialihfungsikan tersebut sudah memenuhi standar sehingga tidak memberikan kontaminasi ke masyarakat dan lingkungan hidup. Dekomisioning ini merupakan tahap perizinan yang memerlukan perizinan bertahap diantaranya kegiatan produksi radioisotop dan radioafarmaka, radioterapi, kedokteran nuklir, dll.
Selanjutnya, pemaparan yang dipandu oleh Nanang Triagung Edi Hermawan, dimulai dengan presentasi kebijakan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenaganukliran yang saat ini sedang dalam proses penyusunan. Pemaparan ini disampaikan oleh Direktur P2FRZR melingkupi beberapa topik penting dalam RUU Ketenaganukliran diantaranya isu kesehatan, keselamatan dan kemanan, perubahan RUU Ketenagannukliran, pokok pengaturan serta pengaturan otorisasi. Isu kesehatan ini berkaitan dengan target dari Kemenkes untuk memperkuat fasilitas radiodiagnostik, kedokteran nuklir dan radioterapi denga diantaranya pemenuhan cath lab di 207 Kabupaten/ Kota di 34 Provinsi. Hal ini tentu berkaitan dengan Pengawasan BAPETEN yang mengotorisasi pemanfaatan alat yagn memancarkan radiasi pengion ini. Selain itu adanya komitmen Indonesia terkait mitigasi perubahan iklim menjadikan pembangkit listrik tenaga nuklir menjadi energi alternatif pilihan yang lebih ramah lingkungan. Pengaturan otorisasi yang akan dibuat bertingkat atau graded approach juga menjadi isu penting dimana nanti akan sangat berkaitan dengan pelaku usaha.
Kemudian, pemaparan kedua dari Soegeng Rahardhy selaku ketua tim penyusunan Rancangan Peraturan BAPETEN (Raperba), menyampaikan mengenai rancangan naskah urgensi yang sudah disusun dalam rangka revisi SK 07-P/Ka. Bapeten/I-02. Beliau menyampaikan latar belakang dilakukan revisi, hasil kuesioner, agenda penyusunan serta rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Latar belakang dilakukan revisi diantaranya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyesuaian dengan standar internasional, serta harmonisasi dengan peraturan perundangan-undangan (PUU) lainnya. Rancangan Peraturan ini akan memuat beberapa butir-butir penting tentang perencanaan dekomisioning, pengelolaan limbah hasil dekomisioning, pelaksanaan dekomisioning, dan pelaporan.
Pemaparan ketiga yaitu mengenai perkembangan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko oleh Vatimah Zahrwati, ketua tim dalam penyusunan revisi PP 5/2021 untuk sektor Ketenanukliran. Dalam paparannya Vatimah menyampaikan beberapa perubahan yang mendasar dari revisi yang dilakukan. Perubahan ini selain untuk menyempurnakan rumusan pengaturan, perubahan ini juga bertujuan untuk simplifikasi rumusan ketentuan sehingga lebih memudahkan pelaku usaha lebih mudah dalam memahami dan memenuhi ketentuan tersebut. Beberapa perubahan antara lain penyederhanakan jumlah dokumen persyaratan, rumusan batang tubuh, serta format lampiran.
Isu persyaratan jaminan finansial yang berkaitan dengan kegiatan dekomisioning menjadi isu penting dan menarik komentar dari peserta. Diantaranya mengenai bagaimana nanti jaminan finansial ini akan dipenuhi, bentuk dan jumlah yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Ditekankan bahwa ini merupakan langkah yang diambil untuk mengantisipasi pelaku usaha yang pada akhir dari proses pemanfaatan tidak mampu untuk melakukan dekomisioning termasuk pengelolaan limbah radioaktifnya. Ketidakmampuan ini diantisipasi dengan adanya jaminan finansial yang nanti bisa membiayai kegiatan dekomisioning dalam hal pelaku usaha tidak mampu melakukannya diakhir proses pemanfaatan tenaga nuklir. Namun rumusan pengaturan jaminan finansial ini akan dirumuskan dalam Peraturan BAPETEN.
Diskusi perihal opsi untuk dapat mengirimkan zat radioaktif terbungkus yang tidak digunakan atau disebur DSRS (Disused Sealed Radioactive Sources) ke Instalasi Pengelolaan Limbah Radioaktif BRIN (IPLR-BRIN) menjadi menarik karena pelaku usaha melihat perbedaan biaya yang signifikan dibandingkan dengan pengembalian ke negara asal. Namun Direktur P2FRZR menyampaikan bahwa opsi pengembalian ke negara asal menjadi pilihan utama untuk menghindari beban pengelolaan limbah radioaktif di dalam negeri yang tentu nanti akan memberikan bebas bagi generasi masa depan.
Dalam diskusi beberapa hal diusulkan oleh peserta diantaranya adanya ketentuan tentang vendor yang dapat melakukan kegiatan dekomisioning ini. Saat ini vendor yang khusus untuk melakukan kegiatan dekomisioning masih belum tersedia termasuk perizinannya. Selain itu diharapkan ada patokan harga dekomisioning juga menjadi salah satu usulan dari pelaku usaha. Masukan dan saran yang disampaikan peserta akan diproses dan didiskusikan kembali oleh tim penyusun untuk kemudian ditelaah apakah secara hukum dan aturan dapat diakomodir dalam Raperba atau dirumuskan dalam bentuk pedoman. [DP2FRZR/VZ/BHKK/GP]
Komentar (0)