Banner BAPETEN
Konsultasi Publik dalam Rangka Amandemen UU 10 Tahun 1997
Kembali 24 Agustus 2016 | Berita BAPETEN
KP-Bali6-1024x768.jpg

Provinsi Bali merupakan salah satu wilayah yang memanfaatkan tenaga nuklir di bidang fasilitas radiasi dan zat radioaktif, terutama penggunaan untuk kesehatan dan industri. Salah satu pertimbangan dalam rangka Amademen UU 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran adalah mengatur pemanfaatan tenaga nuklir untuk bidang kesehatan dan industri secara lebih memadai serta komprehensif. Hal ini mendasari dipilihnya Provinsi Bali sebagai salah satu daerah tempat penyelenggaraan kegiatan konsultasi publik yang dilakukan BAPETEN, Rabu (24/08/16), guna menjaring aspirasi dalam rangka amademen UU 10 Tahun 1997.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang diwakili Sekretaris Dinas Kesehatan, I Made Adi Wiguna, menyambut baik dipilihnya Provinsi Bali sebagai salah satu tempat penyelenggaraan Konsultasi Publik dalam rangka Amandemen UU 10 Tahun 1997. Lebih lanjut Made menyampaikan, kesempatan ini merupakan sarana bagi putra daerah untuk turut memberikan sumbang saran dalam rangka penetapan kebijakan di tingkat nasional.

imgkonten                imgkonten

Sementara itu Deputi Pengkajian Keselamatan Nuklir, Yus Rusdian Akhmad, dalam arahannya menyampaikan, negeri kita sangat kaya akan sumber daya, tetapi kemajuan terhambat oleh berbagai hal. Tantangan ke depan untuk memajukan bangsa adalah bagaimana semua pihak menjalankan amanat sesuai tugas dan peranan di bidang masing-masing. “Pimpinan negara mengingatkan mengenai peningkatan peran serta masyarakat dalam setiap program pembangunan. Provinsi Bali telah memberikan teladan yang sangat baik dalam memberdayakan masyarakat dalam memajukan dunia kepariwisataannya,” ungkap Yus Rusdian.

Berkaitan dengan Amandemen UU 10 Tahun 1997, Yus Rusdian lebih lanjut menjelaskan, UU tersebut kurang lebih sudah dua puluh tahun berlaku. UU tersebut disusun dalam suasana politik peralihan pemerintahan yang sentralistik di masa orde baru ke era otonomi daerah yang lebih luas. “Salah satu semangat utama dalam proses amademen adalah bagaimana mendorong peran swasta dan daerah untuk dapat meningkatkan pemanfaatan tenaga nuklir bagi sebesar-besarnya kesejahteraan negara. Dengan pelaksanaan Konsultasi Publik diharapkan terjaring masukan yang utuh sehingga ke depannya dapat disusun peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif dan mampu terap,” imbuh Yus Rusdian.

Kegiatan Konsultasi Publik dalam rangka Amademen UU 10 Tahun 1997 ini dihadiri dari kalangan pemangku kepentingan di bidang kesehatan, seperti praktisi medis, akademisi, serta sejumlah perwakilan dinas kesehatan provinsi maupun kabupetan/kota.

imgkonten                imgkonten

Pada kesempatan ini Direktur Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif, Ishak, menyampaikan presentasi mengenai Pengembangan dan Peningkatan Evektivitas Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif. Adapun dari sisi pemangku kebijakan di bidang kesehatan, Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Made Adi Wiguna, turut menyampaikan pemaparan terkait Peranan Pemerintah Daerah dalam Pengawasan Fasilitas Kesehatan, Penyediaan Tenaga Kerja Kesehatan, dan Pengembangan Budaya Keselamatan di Fasilitas Kesehatan.

Terkait dengan pandangan hukum terhadap UU Ketenaganukliran, disampaikan oleh Ibrahim dari Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar. Sementara pembicara terakhir, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Udayana memberikan uraian mengenai Perlindungan dan Pengawasan Bahaya Nuklir kepada Masyarakat: Sebuah Tinjauan Filosofis dan Sosiologis dalam Amandemen Undang-undang Ketenaganukliran.

Saat sesi diskusi dan tanya jawab terungkap beberapa masukan dan harapan dari para pengguna maupun akademisi berkaitan akan dilakukannya Amandemen terhadap UU 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Diantara wacana yang muncul berkaitan dengan isu perimbangan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, peningkatan pelayanan masyarakat, indepensi pelaksanaan pengawasan, peningkatan keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam perencaan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan.

imgkonten

Berdasarkan aspek sosiologis dalam pengembangan peraturan perundangan ketenaganukliran terungkap pula bahwasanya nuklir hanya dipahami oleh kalangan terpelajar dan menengah ke atas. Sosialisasi mengenai nuklir harus diperluas berkaitan dengan pengertian tenaga nuklir, beserta risiko bahaya dan manfaatnya. Di samping itu, transparansi perencanaan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan mengenai nuklir harus dikomunikasikan dengan baik menggunakan strategi dan sarana terkini.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana memberikan ruang kepada masyarakat untuk turut terlibat dalam pengambilan keputusan penting. Bahkan akan lebih baik jika aspirasi justru muncul dari masyarakat bawah yang didasari berbagai nilai kearifan lokal yang hidup serta terpelihara lestari di kalangan masyarakat awam. Dengan demikian aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis dapat terwakili dalam UU Ketenaganukliran yang baru.[DP2FRZR/NTE/PD]

BAPETEN Link

mkananmenu_2024-02-26-145126.png
mkananmenu_2021-04-19-125003.png
mkananmenu_2021-04-19-125235.png
mkananmenu_2021-08-25-114254.png
mkananmenu_2024-03-25-135103.png
mkananmenu_2024-05-15-171035.jpeg

Feedback

GPR Kominfo

Video

International Links