Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir (DIIBN) BAPETEN menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) terkait Keamanan Instalasi Nuklir, Selasa (24/05). FGD turut dihadiri oleh Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN, Tenaga Ahli Deputi V Ka. Badan Intelijen Negara (BIN), Direktur Pamobvit Korsabhara Baharkam Polri, Plt. Direktur Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran BRIN, Plt. Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset, dan Kawasan Sains dan Teknologi BRIN, serta perwakilan dari Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Yogyakarta, Laboratorium Riset Bandung, UPN Kawasan Nuklir Serpong (KNS), Kawasan Nuklir Yogyakarta (KNY), Kawasan Pasar Jumat, dan Kawasan Nuklir Bandung.
Acara diawali dengan arahan dari Deputi Perizinan dan Inspeksi (PI) Zainal Arifin, sekaligus membuka acara secara resmi. Dalam sambutannya, Deputi PI menyampaikan bahwa keamanan nuklir tidak hanya terkait sistem proteksi fisik saja namun juga terkait zat radioaktif.
“Dasar hukum terkait proteksi fisik, yaitu Convention on the Physical Protection of Nuclear Material (CPPNM) dan amandemennya yang disahkan dengan Peraturan Presiden. Kewajiban dalam CPPNM antara lain setiap negara harus membangun, menerapkan, dan memelihara rezim proteksi fisik untuk instalasi dan bahan nuklir,” terang Deputi PI.
Indonesia sendiri telah menandatangani dan meratifikasi CPPNM pada tanggal 3 Juli 1986 dengan Keputusan Presiden nomor 49 Tahun 1986, serta amandemen CPPNM pada tanggal 8 Juli 2005 melalui Peraturan Presiden nomor 46 Tahun 2009, sehingga Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi bahan nuklir selama penggunaan, penyimpanan, dan transportasi domestik serta melindungi fasilitas nuklir.
Lebih lanjut, Deputi PI juga menjelaskan upaya dalam meningkatkan kualitas keamanan nuklir di Indonesia, antara lain dengan adanya International Physical Protection Advisory Service (IPPAS) Mission IAEA di Indonesia dan Integrated Nuclear Security Support Plan (INSSP) IAEA.
Sementara itu, Plt. Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yan Rianto, turut hadir dan memberikan sambutan. Ia mengatakan bahwa tantangan pengelolaan keamanan nuklir antara lain transisi BATAN berintegrasi ke BRIN, menerapkan perubahan tugas dan fungsi organisasi, kesenjangan sumber daya manusia (SDM), pengamanan nuklir, insider dan outsider, program CWS (Co-working Space), dan lokasi sumber nuklir di 4 Kawasan Nuklir. Disamping itu, BRIN berupaya meningkatkan kompetensi SDM pengamanan secara eksternal dengan melakukan kerja sama dengan US-DOE dan secara internal dengan pelaksanaan bimbingan teknis.
Melalui FGD ini, peserta undangan diharapkan dapat berdiskusi terkait antisipasi adanya insider dan pelemahan sistem proteksi fisik di Instalasi Nuklir, terpenuhinya ketentuan Sistem Proteksi Fisik, baik nasional maupun internasional, serta peningkatan kesadaran terhadap keamanan nuklir di Indonesia. [BHKK/IP]