Bimbingan Teknis Pengenalan Radiasi dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir terhadap Personil Paspampres, Setmilpres, Sekretariat Negara, dan BMKG
KembaliAksi terorisme dengan penggunaan bahan radioaktif dapat mengancam obyek vital seperti Istana Negara. Indonesia pun memiliki potensi terdampak ujicoba senjata nuklir atau kecelakaan reaktor nuklir yang berasal dari negara lain. Hal-hal tersebut memerlukan penanganan dan data dukung spesifik dari pihak-pihak terkait.
Oleh sebab itu, BAPETEN melalui Direktorat Keteknikan dan Kesiapsiagaan Nuklir (DKKN) menyelenggarakan bimbingan teknis kepada pihak Sekretariat Militer Presiden Republik Indonesia (5 personil), Pasukan Pengamanan Presiden (10 personil), Bagian Keamanan Dalam Sekretariat Negara (5 personil), dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (9 personil) pada tanggal 12-13 Februari 2019 di Sari Pacific Hotel Jakarta guna meningkatkan pengetahuan mengenai radiasi serta penanggulangan kedaruratan nuklir atau radiologi.
Acara dibuka oleh Direktur Keteknikan dan Kesiapsiagaan Nuklir, Ir. Dedik Eko Sumargo. Dedik Eko Sumargo dalam pembukaannya menyampaikan bahwa kegiatan bimbingan teknis kesiapsiagaan nuklir ini merupakan salah satu implementasi pilar dari I-CoNSEP yaitu peningkatan capacity building terhadap SDM dari pemangku kepentingan yang diselenggarakan melalui penyampaian materi dari instruktur BAPETEN meliputi dasar-dasar pengawasan tenaga nuklir, pengawasan dan pemanfaatan tenaga nuklir, pengenalan radiasi, efek biologi dan proteksi radiasi, pengenalan alat ukur radiasi (AUR) dan perhitungan dosis praktis dalam kontrol eksposur, pengenalan alat pelindung diri, serta dasar penanggulangan kedaruratan nuklir/radiasi. Materi-materi tersebut disampaikan dengan tujuan pengenalan manfaat dan risiko tenaga nuklir, sehingga peserta dapat memahami ancaman yang timbul dari kedaruratan nuklir/radiasi.
Pada kesempatan kali ini, program Indonesia-Radiation Data Monitoring System (I-RDMS) juga diperkenalkan pada peserta bimbingan teknis. Program I-RDMS ini adalah salah satu bagian dari Nuclear Early Warning System (N-EWS) yang mencakup wilayah seluruh NKRI, serta salah satu bentuk implementasi dari keikutsertaan Indonesia dalam Convention on Early Notification of a Nuclear Accident dan Convention on Assistance on the Case of a Nuclear or Radiological Emergency.Hal ini pun terkait dengan pemasangan stasiun I-RDMS di Istana Negara dan stasiun BMKG yang masuk dalam titik lokasi potensial radionuclide fallout.
Obyek vital yang dilindungi seperti Istana Negara memerlukan respon cepat yang diawali dari deteksi awal serangan dengan bahan radioaktif. Oleh karena itu, I-RDMS diharapkan mampu memberi peringatan dini kepada pihak pengamanan Istana Negara terhadap ancaman tersebut. Kemudian, salah satu faktor radionuclide fallout jatuh ke wilayah Indonesia adalah arah serta kecepatan angina, sehingga data dari BMKG perlu diintegrasikan dengan data I-RDMS untuk pengembangan N-EWS. Ke depannya, kerja sama yang baik antara BAPETEN dengan pihak Istana Negara dan BMKG dapat berjalan guna mendukung program I-RDMS serta N-EWS. (dkkn/ar)
Komentar (0)