Audiensi BAPETEN ke Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Kembali 19 November 2024 | Berita BAPETENBAPETEN melakukan audiensi ke Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) pada Selasa, 19 November 2024. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pengembangan regulasi dan kebijakan Lembaga Sertifikasi Personel untuk Ketenaganukliran.
Tim BAPETEN terdiri dari Direktur Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif (DP2FRZR) Mukhlisin beserta jajaran, perwakilan dari Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif (P2STPFRZR) dan perwakilan Direktorat Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif (DPFRZR). Dalam kegiatan ini, dilakukan diskusi terkait Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2023 tentang kesejahteraan pekerja radiasi dan jaminan sosial serta perizinan berusaha aktivitas lembaga sertifikasi personel untuk ketenaganukliran.
Audiensi ini disambut oleh Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan-Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dhatun Kuswandari beserta perwakilan dari Bina Kelembagaan K3 dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Republik Indonesia.
Direktur DP2FRZR Mukhlisin menyampaikan maksud dari kunjungan ini adalah untuk bersinergi dalam implementasi dari PP 45 Tahun 2023 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Zat Radioaktif. Dalam presentasinya, Mukhlisin memberikan pemaparan mengenai tugas dan fungsi BAPETEN serta sebaran pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dan topik yang akan dibahas pada kegiatan audiensi tersebut.
Fokus pada tujuan dari kegiatan audiensi, Mukhlisin menyampaikan poin-poin pengaturan terkait kesejahteraan pekerja radiasi yang terdiri dari insentif dan jaminan sosial yang terdapat dalam Pasal 27, PP 45 Tahun 2023. Ketentuan ini selanjutnya dijelaskan dalam Pasal berikutnya yang menyatakan intensif yang diterima oleh pekerja radiasi diberikan dengan mempertimbangkan risiko radiasi yang diterima.
Besar insentif disesuaikan dengan risiko radiasi, lingkup tugas dan tanggung jawab pekerja radiasi, serta kemampuan keuangan pemegang izin. Berdasarkan Pasal 28 ayat (3) dituliskan bahwa pemberian insentif Pekerja Radiasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mengenai ayat (3) ini, dilakukan diskusi ketentuan perundang-undangan tersebut apakah diinisiasi oleh Kemnaker atau BAPETEN.
Selain itu, topik kedua yang dibahas dalam kegiatan audiensi ini adalah mengenai perizinan Lembaga sertifikasi profesi (LSP) untuk personel atau petugas yang bertugas di fasilitas pemanfaatan tenaga nuklir. Mukhlisin menyampaikan, bahwa saat ini BAPETEN sedang melakukan penyusunan Peraturan Badan yang mengatur tentang proses sertifikasi personel selain Petugas Proteksi Radiasi (PPR) yang kemudian akan diberikan Surat Izin Bekerja dari BAPETEN. Melihat KBLI 74321 yang diusulkan dalam revisi PP 5 Tahun 2021 oleh Kemnaker, kegiatan ini ditujukan aktivitas sertifikasi profesi pihak ke-3 yang memuat beberapa persyaratan yang salah satunya adalah lisensi BNSP.
Perwakilan Bina Kelembagaan K3 Kemnaker Supriadi menyampaikan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, K3 lingkungan kerja yang diawasi oleh Kemnaker adalah bahaya akibat kerja untuk radiasi non-pengion. Salah satunya faktor bahaya yaitu faktor fisika yang terdiri dari gelombang mikro, sinar UV, dan magnet. Sementara itu, untuk bahaya radiasi pengion diawasi oleh BAPETEN.
Cesar Cahyo Purnomo dari Subkoordinator Standarisasi Pengupahan, Kementerian Ketenagakerjaan RI menyampaikan bahwa struktur skala upah memperhatikan risiko kerja, yang terdiri dari lingkungan kerja dan risiko di mana dia bekerja. Misalnya pekerjaan dengan suhu dingin yang sangat ekstrem, yang terkena paparan radiasi itu merupakan risiko kerja, Ini kembali lagi ke perusahaan. Istilah yang digunakan untuk insentif lebih kepada kinerja, semakin bagus atau banyak output yang dihasilkan maka semakin besar insentif yang dia dapatkan. Namun istilah tunjangan lebih kepada bahaya yang diterima akibat kerja.
Dahlia Cakrawati Sinaga menyampaikan bahwa pada saat BAPETEN menyusun PP 45 Tahun 2023 kita melibatkan berbagai kementerian, termasuk Kemnaker. “Usulan Pasal ini merupakan usulan dari perwakilan Kemnaker saat itu. Jika dilihat dari rumusan Pasal, pengamanatan Peraturan tidak ditujukan ke Peraturan Badan, namun ke Peraturan perundang-undangan yang kami pahami itu adalah peraturan yang diterbitkan atau diinisiasi oleh Kemnaker. Sehingga jika saat ini peraturan terkait hal tersebut sudah tersedia, maka BAPETEN akan membuat dalam bentuk pedoman dalam menetapkan tunjangan bahaya radiasi ini bagi Pelaku usaha,” tambahnya.
Pada akhir diskusi BAPETEN dan Kemenaker menyepakati bahwa BAPETEN akan membuat pedoman yang selanjutnya dalam penyusunan pedoman melibatkan Kemnaker. Disampaikan bahwa jaminan keselamatan kerja, tidak harus berbicara insentif. Jaminan sosial ketenagakerjaan ini diatur dalam Perpres No. 7 Tahun 2019, di mana terdapat penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh bahaya Kimia (39), fisika (7), dan biologi (9). Penyakit akibat kerja ini sudah memasukkan penyakit akibat bahaya radiasi pengion (radiasi Iion) di dalamnya.
Mengenai Perizinan KBLI 74321, Dhatun menyampaikan bahwa ini usulan KBLI baru untuk mengakomodir kegiatan BNSP. Kemudian Evi Listiyani dari BNSP menyampaikan bahwa saat ini prosesnya masih manual belum melalui OSS. [DP2FRZR/Emma/BHKK/Da]
Komentar (0)