Setelah 12 tahun berlalu sejak kecelakaan Fukushima, perdebatan mengenai pembangkit listrik tenaga nuklir kembali mencuat dan dibahas dalam draft Revisi Undang-Undang Ketenaganukliran yang akan datang. Revisi UU ini telah dirumuskan oleh BAPETEN selama beberapa tahun. Pada tahun 2023, terdapat rancangan undang-undang baru yang akan datang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memiliki kaitan erat dengan UU Ketenaganukliran, yaitu Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT). Energi nuklir sebagai salah satu bentuk energi baru dan terbarukan nantinya akan dipertimbangkan untuk menjadi sumber energi listrik nasional. Hal ini telah menjadi pembahasan yang intens dan koordinasi teknis yang mendalam dalam RUU EBT ini, serta rencana energi Menteri ESDM.
Jika pemerintah dan industri PLTN berniat untuk mendorong penggunaan energi nuklir, maka pemerintah harus memprioritaskan revisi UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dengan Draft Revisi UU Ketenaganukliran. Revisi UU Ketenaganukliran ini memang menjadi dasar hukum yang kuat bagi investasi PLTN, apalagi pemanfaatan PLTN berdasarkan roadmap pemerintah masih lama untuk direalisasikan, sehingga pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk merevisi UU 10 tahun 1997.
Terkait transisi energi, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, yaitu mengharmonisasikan antara UU Energi Baru dan Terbarukan dengan UU Ketenaganukliran, merevisi UU 30 tahun 2007 untuk mengakomodasi isu transisi energi, net-zero emission, NDC, dan Paris Agreement di bidang energi, serta meratifikasi CSC untuk memperkuat kerangka hukum mengenai pertanggungjawaban nuklir jika terjadi kecelakaan nuklir di bidang ini.
Dekarbonisasi sektor energi sebagai salah satu penghasil emisi terbesar di Indonesia perlu dilakukan untuk mencapai target nol karbon pada tahun 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, Indonesia perlu menyiapkan kebijakan pendukung untuk pengembangan energi terbarukan. RUU EBT telah memasuki tahap harmonisasi di DPR RI. Bersamaan dengan RUU ini, RUU Ketenaganukliran juga telah memasuki tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Pada tanggal 8-9 November 2023, harmonisasi rancangan revisi Undang-Undang Ketenaganukliran telah dilakukan oleh Kemenkumham berkoordinasi dengan BAPETEN sebagai pemrakarsa rancangan undang-undang tersebut. Pertemuan ini berlangsung di Jakarta dan dihadiri oleh hampir 90 peserta dari berbagai kementerian terkait. TNI, Polri, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) memberikan komentar paling banyak terhadap undang-undang ini terkait dengan kewenangan mereka dalam hal keamanan nuklir. Hadir pula Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSN) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang memberikan pandangannya tentang standar industri nuklir. Saran dan masukan dari cabang lain di industri yang sangat luas ini datang juga dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kementerian lain seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) serta otoritas yudikatif pemerintah lainnya seperti Kejaksaan Agung (Jampidum & Kejagung) juga ikut serta dalam diskusi ini.
RUU Ketenaganukliran yang baru diusulkan memiliki beberapa tujuan dan prinsip-prinsip baru yang ditetapkan secara lebih luas dan terbuka dalam membebaskan semua aspek untuk dilakukan oleh masyarakat. Hal ini membuka peluang baru bagi badan usaha milik negara (BUMN/BUMD), korporasi atau badan usaha swasta lainnya yang lebih kecil, universitas atau akademisi, laboratorium, dan bahkan perorangan.
Di bawah rezim yang baru, Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Nuklir (yang sebelumnya dilakukan oleh BATAN) tidak akan menjadi aktor tunggal yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan teknologi dan industri nuklir. Dengan demikian, ini berarti bahwa di masa depan visinya bukanlah untuk memonopoli industri, tetapi untuk mempertahankan hubungan bisnis yang sehat di mana mungkin ada lebih dari 1 aktor negara dan swasta yang bergabung dalam bisnis ini. Namun, BUMN akan menjadi satu-satunya aktor yang paling diunggulkan untuk menjalankan industri dalam beberapa kasus seperti PLTN dan industri pertambangan uranium. Para pelaku yang mungkin bergabung dalam bisnis ini, sementara masih berada di bawah, atau dalam arti apa pun, diawasi langsung oleh pihak berwenang.
RUU Ketenaganukliran yang diusulkan dibuat untuk mendorong pemanfaatan energi nuklir secara damai dan berkelanjutan untuk kesejahteraan, melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, memenuhi kewajiban internasional dalam hal keselamatan dan keamanan nuklir, melarang pengalihan bahan nuklir untuk tujuan tidak damai, kegiatan kriminal atau pengembangan/penggunaan senjata nuklir di Indonesia.
RUU Ketenaganukliran 1997 yang lama memperlakukan masalah ini secara ketat tanpa keraguan, sedangkan RUU Ketenaganukliran yang baru diusulkan memberikan lebih banyak fleksibilitas dan benefit of the doubt. Ada beberapa prinsip yang akan mengubah keseluruhannya, hal ini sebagian akan mengubah cara pandang generasi mendatang terhadap RUU Ketenaganukliran dan peraturan perundangan terkait nuklir lainnya.
Keselamatan, keamanan, dan perlindungan harus dipastikan, tetapi pada akhirnya, tujuannya adalah untuk mencapai kemakmuran. Tidak ada gunanya mendapatkan kepatuhan seperti itu tanpa membuat kita semua sejahtera. Pertumbuhan industri nuklir masih perlu diprioritaskan dan perlu fleksibilitas dan peningkatan yang berkelanjutan, karena teknologi nuklir berkembang dengan cepat.
Indonesia sedang berusaha untuk mendapatkan penerimaan publik dan keterlibatan para pemangku kepentingan adalah dua kunci utama dalam meloloskan RUU yang baru di Parlemen. Selama proses harmonisasi, BAPETEN telah melibatkan otoritas negara yang berwenang di sektor lain. Berbagai organisasi yang mewakili kelompok masyarakat tertentu juga diberi kesempatan untuk melihat draf RUU tersebut agar tidak melenceng dari tujuannya. Negara mendorong masyarakat melalui sosialisasi dan uji publik agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan undang-undang.
Ini adalah komitmen jangka panjang dalam pekerjaan legislatif nasional untuk mencapai kemakmuran nasional dan rencana ambisius pemerintah di bawah Omnibus Law sebelumnya. Pemerintah memiliki kemauan politik yang kuat untuk mendorong PDB nasional, menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan dan dorongan ekonomi selama bonus demografi dan menjadikan Indonesia sebagai pemimpin teratas di banyak forum dunia dan regional.
Selain itu, badan regulasi dan kementerian lainnya berkomitmen untuk memberikan angin segar bagi investasi. Revisi RUU Ketenaganukliran sendiri telah dibentuk untuk memenuhi tujuan nasional sesuai dengan Omnibus Law. Khususnya dalam hal ini, dalam memfasilitasi pertumbuhan PLTN dan industri nuklir dengan hukum yang kuat dan dapat diandalkan dalam hal keselamatan, keamanan dan perlindungan serta pertanggungjawaban nuklir. [DP2IBN/Asytasia/Zaki/BHKK/Da]
Komentar (0)