(Banda Aceh,BAPETEN)
Pemimpin merupakan agregaat penggerak, pacu jantung organisasi sekaligus nakhoda yang membawa kapal ke pelabuhan tujuan. Ternyata itu tak gampang. Sebelum aparat mengerti tugas dan kewajiban pengawasan. Untuk itu, koordinasi dan diskusi pengetahuan tentang pengawasan senantiasa diadakan. Sehingga tujuan utama pengawasan dipahami sebagai usaha untuk ikut serta memperlancar keamanan agar tujuan security, safety dan safeguard tercapai.
Untuk itu, 15-17 Juli 2012, Kepala BAPETEN Dr. As Natio Lasman mengadakan kunjungan kerja ke Provinsi Aceh, Pada kesempatan itu, Kepala BAPETEN didampingi Kepala Bagian Humas dan Protokol Aries Setyarto, Senin 16 Juli berkunjung ke Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) sebagai pusat data, informasi, riset, dan konsultasi untuk semua aspek bencana guna membantu peningkatan kesiapsiagaan bencana di antara masyarakat Aceh. Fasilitas riset ini diarahkan untuk mengantisipasi tsunami masa depan di sepanjang Pantai Aceh, yang telah dibentuk oleh pemerintah melalui Universitas Syiah Kuala.
Dalam pengembangannya meliputi pengalaman di berbagai bidang kemasyarakatan yang mendasarkan pengembangan dan manajemen resiko bencana terutama peringatan bencana tsunami, seperti halnya keamanan energi. Untuk itu Kepala BAPETEN dan Ketua TDMRC berencana mengadakan kerja sama untuk kesiapsiagaan dalam mengantisipasi resiko kemungkinan hilangnya zat radioaktif jika terjadi bencana.
Acara selanjutnya mengunjungi Museum Tsunami di Aceh yang menyimpan berbagai data tentang peristiwa terjadinya tsunami, Di museum ini Kepala BAPETEN juga sempat mengenang peristiwa saat menjadi relawan pada bencana tersebut.
Pada hari yang sama, Kepala BAPETEN menghadiri acara Kunjungan Kerja DPR RI Komisi VII untuk mengetahui produksi hasil dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) oleh BP Migas di wilayah Provinsi Aceh. Acara dipimpin oleh Ketua Komisi VII DPR RI Sutan Batoegana.
Pada tanggal 17 Juli 2012 Kepala BAPETEN berkunjung ke Bakorkamla di Provinsi Aceh yang sebagai tindak lanjut dari kerja sama BAPETEN dan Bakorkamla. Kunjungan ini sempat melihat banyaknya jumlah kapal laut yang berlayar melalui perairan di Provinsi Aceh. Untuk pencegahan tindakan perdagangan gelap zat radioaktif atau bahan nuklir dilakukan pendeteksian zat-zat tersebut di tempat keluar- masuknya barang dari dan ke Indonesia melalui jalur laut.
Upaya penanggulangan perdagangan gelap itu tidak cukup dengan pemeriksaan barang melalui jalur resmi pada pintu keluar masuknya barang, tetapi juga diperlukan koordinasi antar instansi. Hal ini membutuhkan respons secara tepat dan terkoordinasi antar instansi terkait, karena zat radioaktif atau bahan nuklir memerlukan penanganan yang memadai agar tidak membahayakan petugas, masyarakat, dan lingkungan hidup.
Sumber : Humas