BAPETEN Terima Kunjungan Tim Jaif International Cooperation Center (JICC)
Kembali 16 Agustus 2019 | Berita BAPETENBertempat di Kantor BAPETEN, Juma't 16 Agustus 2019, telah berlangsung pertemuan antara BAPETEN dengan Tim dari JICC Jepang, yang dihadiri oleh Deputi Bidang Pengkajian Keselematan Nuklir, Yus Rusdian Akhmad dan beberapa pejabat BAPETEN terkait.
Tim dari JICC terdiri dari Daigo Minoshima – METI, Akio Toba - JICC, Hiroki Takimoto – JICC. Daigo Minoshima mengungkapkan bahwa maksud kunjungan ini adalah dalam rangka menawarkan kerjasama untuk capacity building. “Kami berkonsentrasi pada capacity building, tidak pada public hearing” ujarnya.
Lebih lanjut Minoshima mengatakan bahwa JICC bisa berkooperasi dengan industri komersial dalam merumuskan peraturan dan tentu saja yang telah memiliki pengalaman dalam PLTN.
BAPETEN menyambut baik kunjungan ini karena pertemuan ini dapat dijadikan sebagai forum untuk bertukar informasi dan berbagi pengalaman di negara masing-masing.
Terkait regulasi yang menjadi tugas BAPETEN, Yus Rusdian menyampaikan bahwa sistem di Indonesia membagi regulasi untuk reaktor menjadi 2 yaitu komersial dan non komersial.
Disampaikan juga oleh Yus Rusdian bahwa saat ini Kalimantan Barat ingin memiliki sistem energi yang baik, mereka sekarang mengimpor listrik dari malaysia.
“Kalimantan ingin memiliki energi yang murah sehingga mereka berencana untuk membangun pusat energi yang salah satunya dari SMR” tukas Yus Rusdian mengungkapkan.
Sementara itu Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir, Judi Pramono, menjabarkan bahwa sebagai internasl TSO, BAPETEN memiliki tugas untuk capacity building, support unit teknis lain di BAPETEN, mengkaji SMR dan banyak keperluan lain untuk infrastruktur dan laboratorium ringan guna mendukung tugas pengawasan.
Kepala Sub Direktorat Pengaturan Reaktor Daya, Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Bambang Eko Aryadi yang turut hadir dalam acara ini menyampaikan terkait tantangan regulasi reaktor daya yang menjadi tupoksinya. “Ketika IAEA membuat peraturan untuk SMR dengan mengambil referensi sekitar 80% dari LWR, bagi kami ini menjadi tantangan tersendiri dalam membuat regulasi tersebut” pungkasnya. (dp2ibn/zul/bhkk/bam).