Aspek Keselamatan Radiasi dan Keamanan Sumber Radioaktif Fasilitas Radioterapi Sangat Diperlukan
Kembali 10 April 2017 | Berita BAPETENPenggunaan tenaga nuklir sangat dibutuhkan dalam bidang kedokteran terutama untuk penyembuhan penyakit kanker atau biasa disebut dengan radioterapi. Namun penggunaan nuklir tersebut menghasilkan radiasi yang sangat berbahaya jika terpapar pada manusia melebihi ambang batas yang diizinkan. Oleh karenanya, keamanan pengoperasian perlengkapan radioterapi harus menjadi perhatian utama, terlebih saat ini semakin meningkatnya rumah sakit yang mengoperasikan radioterapi.
“Dalam rangka peningkatan pelayanan atas keselamatan pasien di rumah sakit, negara hadir sebagaimana tercantum dalam nawacita, tentang perlunya kehadiran negara di masyarakat, terkait penggunaan radioterapi di rumah sakit yang diawasi pemanfaatannya oleh BAPETEN selaku institusi negara,” demikian paparan Kepala BAPETEN Jazi Eko Istiyanto, saat konferensi pers disela acara Rapat Koordinasi Keselamatan Radiasi dan Keamanan Sumber Radioaktif pada Fasilitas Radioterapi yang digelar BAPETEN, di Yogyakarta, Jumat (7/4/2017) pagi.
Sementara itu Direktur Perizinan Fasilatas Radioktif dan Zat Radioaktif Zainal Arifin mengatakan, perizinan yang dikeluarkan oleh BAPETEN untuk menjamin keselamatan dan keamanan bagi instansi pengguna izin, pekerja, masyarakat dan lingkungan. Saat ini proses perizinan yang dilakukan oleh BAPETEN sudah dilaksanakan secara online melalui sistem B@lis Online.
“Pelayanan izin B@lis online ver.2 dapat diibaratkan pelayanan menerobos ruang, batas dan waktu, karena perizinan bisa dilaksanakan selama 24 jam, tidak perlu datang ke Jakarta, izin bisa dicetak sendiri, lebih cepat, lebih transparan dan juga go green,” tukas Zainal.
Tujuan rakor ini dalam rangka pelaksanaan diseminasi temuan signifikan dari verifikasi perizinan pada fasilitas radioterapi sehingga tercapai kesepahaman dalam hal proteksi radiasi terhadap neutron untuk lina 10 MV ke atas, dan tercapainya kesepakatan dalam penanganan sumber radioaktif antara BAPETEN, rumah sakit, vendor dan PTLR BATAN. Selain itu juga untuk memperoleh masukan dan sharing pengalaman atas penggunaan radioterapi di rumah sakit.
Pada kesempatan yang sama Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI), Soehartati A. Gondhowiardjo menjelaskan, radioterapi sangat diperlukan dalam dunia kesehatan dan sebagai salah satu tonggak pengobatan penyakit kanker, disamping bedah dan kemoterapi. Data di dunia, 60% penderita kanker memerlukan pengobatan radiasi di setiap fase pengobatannya. Sementara jumlah penderita kanker baru di Indonesia sebanyak 260.000 orang pertahun. Itu artinya 60% atau 140.000 pasien membutuhkan radioterapi setiap tahunnya. "Masih dibutuhkan banyak penambahan fasilitas radioterapi di Indonesia," katanya.
Menurut Soehartati, prosedur perizinan dan persyaratan untuk membangun fasilitas radioterapi memang sangat ketat, pasalnya radiasi tidak berbau, berasa dan berwarna, sehingga sulit terdeteksi. Karenanya upaya yang bisa dilakukan adalah memastikan peralatan radioterapi dan fasilitas pendukungnya terpasang sesuai SOP yang disyaratkan. “SOP harus dilakukan secara teliti untuk memastikan tidak ada kobocoran, karena radiasi itu tidak berasa, berbau dan berwarna," ujarnya.
Rakor yang berlangsung selama sehari ini diikuti sejumlah undangan seperti anggota perhimpunan Onkologi Radiasi Indoensia (PORI), Instansi Pengguna dan calon pengguna, vendor atau pihak insalatir radioterapi, Dinas Kesehatan Prov DIY, PTLR BATAN, serta staf SDJM DKKN BAPETEN.(bho/bsb/aa)